Covid 19 sudah menjadi wabah global yang membuat dunia keteteran. Sampai – sampai pemerintah harus dibuat pusing oleh virus ini karena selain memakan korban, juga memakan kas negara yang sebagian besar dikeluarkan untuk menangkal virus ini.
Banyak orang yang menjadi panik akibat wabah ini. Bukan hanya Indonesia saja yang panik, melainkan seluruh dunia juga ikut menjadi panik. Akibatnya, seluruh dunia berubah. Namun di dalam kepanikan dunia menghadapi covid 19 ini, ada beberapa hal yang bisa kita renungkan terkait dengan peristiwa ini.
1. Alam Berubah
Sadarkah kita bahwa dengan semakin berkurangnya aktivitas manusia, maka alam juga ikut berubah. Lihat saja planet bumi ini. Planet bumi sedang menyembuhkan dirinya sendiri. Sebuah sumber mengatakan bahwa akibat adanya covid 19 ini, polusi semakin berkurang drastis dan dengan terjadinya hal ini, maka lapisan ozon juga menjadi lebih baik.
Plus, fenomena langit bersih di beberapa kawasan perkotaan dimana setiap hari kita melihat banyak sekali asap – asap polusi. Baik itu dari kendaraan bermotor, pabrik, dsb. Sehingga, langit terlihat sangat kelabu. Namun sekarang, langit tampak kelihatan sangat bersih sekali. Misalnya di Jakarta. Sangking bersihnya, netizen mengunggah foto panorama yang menampilkan pegunungan yang mengeliling Jakarta.
Selain itu, di beberapa negara, hewan – hewan juga sudah mulai terlihat. Misalnya di Venesia, dimana banyak sekali ikan kecil bermunculan di kanal. Bahkan, lumba – lumba pun juga mulai muncul. Bagi kita, fenomena ini menjadi sebuah pukulan telak dimana sebelumnya, banyak sekali seruan untuk melestarikan bumi.
Namun sekali lagi kita melihat bahwa Alam Semesta memperingatkan kita untuk tidak macam – macam denganNya. Mengapa? Karena tanpa mereka kita tidak akan bisa hidup sampai sekarang. Kita hanyalah “tamu” yang menumpang tinggal sementara di semesta ini. Sehingga, mau tidak mau kita “dipaksa” oleh Alam Semesta untuk membantuNya merawat dan menjaga bumi ini.
Setelah itu, entahlah apa kita masih bisa diberikan kesempatan untuk tinggal disini atau tidak, siapa yang akan tahu bukan?
2. Gelombang Perubahan Ekonomi Besar
Tidak hanya alam semesta atau bumi ini yang berubah. Manusia pun juga dipaksa untuk berubah. Baik itu dari segi ekonomi, moralitas maupun kesehatan. Dari segi ekonomi, banyak yang tidak menyadari bahwa covid 19 ini hanyalah gelombang tsunami pembuka dari gelombang yang lebih besar lagi, yaitu gelombang resesi.
Tanpa harus menunggu covid 19 ini selesai, gelombangnya pun sudah bisa kita rasakan. Lihat saja Bali. Dari yang awalnya hingar bingar karena gelombang turis yang sangat banyak. Sekarang kelihatan sangat sepi layaknya kota Silent Hill. Banyak para pelaku industri pariwisata bangkrut dan terpaksa merumahkan para karyawannya.
Bahkan saya mendengar cerita dari teman saya di Bali bahwa salah satu penghuni kosan yang kamarnya dekat dengan kamar dia ditemukan tewas gantung diri. Setelah diperiksa, di saku celananya ditemukan surat PHK dan masih banyak cerita lain yang mengenaskan dibandingkan hal ini.
Namun di sisi lain, ada cerita dari beberapa orang yang tetap optimis saat mereka menghadapi gelombang PHK. Misalnya, ada cerita dulunya ia adalah seorang operational supervisor di salah satu villa terkenal di Bali. Namun sejak ia dirumahkan, ia membantu istrinya berjualan makanan (nasi bungkus). Hasilnya justru ia malah kebanjiran pesanan dan dapurnya bisa tetap ngebul.
Gelombang resesi layaknya seperti dua sisi mata uang. Disisi lain, ada banyak sekali depresi yang terjadi dimana mana yang menyebabkan kesehatan mental menjadi terganggu. Namun, dibalik semua itu, masih ada optimisme tinggi bagi manusia untuk melihat bencana ini menjadi sebuah peluang untuk bangkit kembali
So, sisi manakah yang Anda pilih?
3. Moralitas: Antara Ritual atau Kemanusiaan
Agama sudah lama menjadi sebuah “komoditas” besar bagi manusia di muka bumi ini. Mulai dari ajarannya yang menggugah hati, ritualnya yang begitu megah, sampai pemuka agama yang seringkali berpenampilan “WAH” layaknya seorang bintang film terkenal atau sosialita yang sering menghadiri acara – acara mewah di Ibukota.
Agama sekarang sudah bukan lagi menjadi tempat sesungguhnya untuk menenangkan jiwa. Namun hanya sebagai tempat layaknya coffee shop semata. Banyak umat beragama yang hanya menggunakan agama sebagai aksesoris semata, namun tidak bisa memberikan teladan yang pantas.
Namun, apa yang terjadi sekarang? Bangunan tempat beribadat tampak sunyi senyap layaknya gedung tua berhantu. Tidak ada lagi ritual – ritual yang elegan. Baik itu puji – pujian yang megah, khotbah – khotbah yang manis, edaran kantong persembahan, maupun kesaksian yang memukau hati. Seolah covid 19 ini memberikan sebuah tamparan panas bagi para umat beragama untuk merenungkan kembali makna beragama yang sesungguhnya
Hal ini membuat kita kembali menjadi berpikir, buat apa kita melakukan ritual ini? Buat apakah kita melakukan ritual yang megah tanpa disertai perbuatan kasih kepada sesama? Apakah ini namanya beragama? Hanya ibadah yang bagus namun tidak disertai moralitas dan etika yang pantas?
Apakah kita perlu memperbaiki cara beragama kita dengan cara mengurangi ritual? Serta kembali ke akar agama itu sendiri yaitu cinta kasih dan kemanusiaan? Atau inilah saatnya manusia kembali mementingkan budi pekerti, moral, etika dan kemanusiaan mereka dibandingkan agama mereka?
Who knows…….
4. Deskless Society yang Sudah Nampak di Depan Mata
Saya pernah membayangkan bagaimana dunia dengan kemajuan teknologi, dimana orang – orang tidak usah lagi repot bangun pagi untuk berangkat kerja dimana mereka harus menghadapi kemacetan dan polusi yang semakin menggila.
Awalnya hal tersebut dianggap gila. Termasuk saya yang dianggap aneh oleh teman – teman saya dan orang lain saat saya menceritakan hal tersebut. Mereka menganggap saya kebanyakan main video game atau menonton film star wars.
Namun saat ini, fakta berkata lain
Saat covid 19 sudah menyebar luas, mau tidak mau kita dipaksa untuk tidak berinteraksi secara langsung dengan sesama kita. Namun, berkat kemajuan teknologi, kita bisa megerjakan apapun dari rumah kita. Bahkan untuk sekedar say hello pun bisa hanya dengan menggunakan jari.
Dan apa yang terjadi? Gedung perkantoran pun menjadi sangat sepi. Begitu juga dengan bangunan sekolah. Semuanya mau tidak mau harus mulai bekerja dari rumah secara online tanpa harus datang ke kantor atau menghadiri kelas tatap muka
Inilah yang dinamakan deskless society. Sebuah peradaban dimana semuanya bisa dikerjakan secara jarak jauh tanpa harus datang duduk di meja kantor. Baik itu pekerjaan, meeting sampai urusan remeh seperti revisi pekerjaan.
Saat Darwin membahas mengenai asal usul manusia, Frederich Nietzche, seorang filsuf Jerman mengambil arah yang berlawanan. Ia bertanya kemana arah tujuan evolusi manusia ke depannya? Apakah manusia akan menjadi semakin beradab? Atau sebaliknya, malah menjadi semakin biadab?
Covid 19 ini menjadi sebuah titik penting bagi umat manusia untuk memulai sebuah perubahan baru. Perubahan yang mungkin tidak pernah mereka harapkan. Namun bisa membawa berkah bagi setiap individu.
Kearah manakah manusia akan berubah setelah peristiwa ini?